Tugas dan Tanggung Jawab Satpol PP
Tugas Satpol PP - Unit Polisi Pamoing Praja (Satpol PP) memiliki pekerjaan menolong kepala daerah untuk membuat satu keadaan daerah yang tenteram, teratur, serta teratur hingga penyelenggaraan roda pemerintahan bisa jalan dengan lancar serta orang-orang bisa lakukan aktivitasnya dengan aman. Oleh karenanya, di samping menegakkan Perda, Satpol PP juga dituntut untuk menegakkan kebijakan pemerintah daerah yang lain yakni ketentuan kepala daerah.
Untuk memaksimalkan kemampuan Satpol PP butuh dibuat kelembagaan Satpol PP yang dapat mensupport terwujudnya keadaan daerah yang tenteram, teratur, serta teratur. Pengaturan kelembagaan Satpol PP bukan sekedar memperhitungkan persyaratan kepadatan jumlah masyarakat di satu daerah, namun juga beban pekerjaan serta tanggung jawab yang diemban, budaya, sosiologi, dan resiko keselamatan polisi pamong praja.
Basic hukum mengenai pekerjaan serta tanggung jawab Satpol PP yaitu PP Nomor 6 Th. 2010 mengenai Unit Polisi Pamoing Praja yang diputuskan pada tanggal 6 Januari 2010. Dengan berlakunya PP ini jadi dinyatakan tidak berlaku PP Nomor 32 Th. 2004 mengenai Dasar Unit Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Th. 2004 Nomor 112, Penambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4428).
Tersebut cuplikan isi PP Nomor 6 th. 2010 mengenai Satpol PP.
Pengertian (Pasal 3)
(1) Satpol PP adalah sisi piranti daerah di bagian penegakan Perda, ketertiban umum serta ketenteraman orang-orang.
(2) Satpol PP di pimpin oleh seseorang kepala unit serta berkedudukan dibawah serta bertanggungjawab pada kepala daerah lewat sekretaris daerah.
Prasyarat jadi Satpol PP (Pasal 16)
Kriteria untuk diangkat jadi Polisi Pamong Praja yaitu :
a. pegawai negeri sipil ;
b. berijazah sedikitnya Sekolah Kelanjutan Tingkat Atas atau yang satu tingkat ;
c. tinggi tubuh sedikitnya 160 cm (seratus enam puluh sentimeter) untuk lelaki serta 155 cm (seratus lima puluh lima sentimeter) untuk wanita ;
d. berumur sedikitnya 21 (dua puluh satu) th. ;
e. sehat jasmani serta rohani ; dan
f. lulus Pendidikan serta Kursus Basic Polisi Pamong Praja.
Kedudukan (Pasal 3 ayat (2))
Satpol PP di pimpin oleh seseorang kepala unit serta berkedudukan dibawah serta bertanggungjawab pada kepala daerah lewat sekretaris daerah.
(Pertanggungjawaban Kepala Satpol PP pada kepala daerah lewat sekretaris daerah yaitu pertanggungjawaban administratif. Pengertian “melalui” bukanlah bermakna Kepala Satpol PP adalah bawahan segera sekretaris daerah. Dengan struktural Kepala Satpol PP ada segera dibawah kepala daerah).
Pekerjaan (Pasal 4)
Satpol PP memiliki pekerjaan menegakkan Perda serta mengadakan ketertiban umum serta ketenteraman orang-orang dan perlindungan orang-orang.
(Sesuai sama Undang-Undang Nomor 32 Th. 2004 mengenai Pemerintahan Daerah kalau penyelenggaraan ketertiban umum serta ketenteraman orang-orang adalah masalah harus sebagai kewenangan pemerintah daerah termasuk juga penyelenggaraan perlindungan orang-orang).
Peranan (Pasal 5)
Dalam melakukan pekerjaan seperti disebut dalam Pasal 4, Satpol PP memiliki peranan :
a. pengaturan program serta proses penegakan Perda, penyelenggaraan ketertiban umum serta ketenteraman orang-orang dan perlindungan orang-orang ;
b. proses kebijakan penegakan Perda serta ketentuan kepala daerah ;
c. proses kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum serta ketenteraman orang-orang di daerah ;
d. proses kebijakan perlindungan orang-orang ;
(Pekerjaan perlindungan orang-orang adalah sisi dari peranan penyelenggaraan ketertiban umum serta ketenteraman orang-orang, dengan hal tersebut peranan perlindungan orang-orang yang sampai kini ada pada Unit Kerja Piranti Daerah bagian kesatuan bangsa serta perlindungan orang-orang jadi peranan Satpol PP)
e. proses koordinasi penegakan Perda serta ketentuan kepala daerah, penyelenggaraan ketertiban umum serta ketenteraman orang-orang dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah, serta/atau aparatur yang lain ;
f. pengawasan pada orang-orang, aparatur, atau tubuh hukum supaya mematuhi serta menaati Perda serta ketentuan kepala daerah ; dan
g. proses pekerjaan yang lain yang didapatkan oleh kepala daerah.
Wewenang (Pasal 6)
Polisi Pamong Praja berwenang :
a. bertindak penertiban nonyustisial pada warga orang-orang, aparatur, atau tubuh hukum yang lakukan pelanggaran atas Perda serta/atau ketentuan kepala daerah ;
(Aksi penertiban nonyustisial yaitu aksi yang dikerjakan oleh Polisi Pamong Praja dalam rencana melindungi serta/atau memulihkan ketertiban umum serta ketenteraman orang-orang pada pelanggaran Perda serta/atau ketentuan kepala daerah lewat cara yang sesuai sama ketetapan ketentuan perundang-undangan serta tidaklah sampai sistem peradilan)
b. menindak warga orang-orang, aparatur, atau tubuh hukum yang mengganggu ketertiban umum serta ketenteraman orang-orang ;
(Yang disebut dengan ”menindak” yaitu bertindak hukum pada pelanggaran Perda untuk diolah lewat peradilan sesuai sama ketetapan ketentuan perundang-undangan).
c. fasilitasi serta pemberdayaan kemampuan penyelenggaraan perlindungan orang-orang ;
d. bertindak penyelidikan pada warga orang-orang, aparatur, atau tubuh hukum yang disangka lakukan pelanggaran atas Perda serta/atau ketentuan kepala daerah ; dan
(Yang disebut dengan “tindakan penyelidikan” yaitu aksi Polisi Pamong Praja yg tidak memakai usaha paksa dalam rencana mencari data serta info mengenai ada sangkaan pelanggaran Perda serta/atau ketentuan kepala daerah, diantaranya mencatat, mendokumentasi atau merekam peristiwa/kondisi, dan memohon info).
e. bertindak administratif pada warga orang-orang, aparatur, atau tubuh hukum yang lakukan pelanggaran atas Perda serta/atau ketentuan kepala daerah.
(Yang disebut dengan “tindakan administratif” yaitu aksi berbentuk pemberian surat pemberitahuan, surat teguran/surat peringatan pada pelanggaran Perda serta/atau ketentuan kepala daerah).
Keharusan (Pasal 8)
Dalam melakukan tugasnya, Polisi Pamong Praja harus :
a. menjunjung tinggi etika hukum, etika agama, hak asasi manusia, serta etika sosial yang lain yang hidup serta berkembang di orang-orang ;
(Yang disebut dengan ”norma sosial lainnya” yaitu kebiasaan atau rutinitas yang disadari jadi ketentuan/norma yang mengikat dengan moral pada orang-orang setempat).
b. menaati disiplin pegawai negeri sipil serta kode etik Polisi Pamong Praja ;
c. menolong merampungkan perselisihan warga orang-orang yang bisa mengganggu ketertiban umum serta ketenteraman orang-orang ;
(Yang disebut dengan ”membantu merampungkan perselisihan” yaitu usaha mencegah supaya perselisihan pada warga orang-orang itu tidak menyebabkan masalah ketenteraman serta ketertiban umum).
d. memberikan laporan pada Kepolisian Negara Republik Indonesia atas diketemukannya atau pantas disangka ada tindak pidana ; dan
(Yang disebut dengan ”tindak pidana” yaitu tindak pidana diluaryang ditata dalam Perda)
e. menyerahkan pada Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah atas diketemukannya atau pantas disangka ada pelanggaran pada Perda serta/atau ketentuan kepala daerah.
Pemberhentian (Pasal 18)
Polisi Pamong Praja diberhentikan karna :
a. alih pekerjaan ;
b. tidak mematuhi disiplin Polisi Pamong Praja ;
c. dipidana penjara berdasar pada putusan pengadilan yang sudah peroleh kemampuan hukum tetaplah ; serta/atau
d. tidak bisa melakukan pekerjaan serta keharusan jadi Polisi Pamong Praja.
Tata Kerja
Satpol PP dalam melakukan pekerjaan serta peranannya harus mengaplikasikan prinsip koordinasi, integrasi, serta sinkronisasi baik dengan vertikal ataupun horizontal. (Pasal 25)
Tiap-tiap pimpinan organisasi dalam lingkungan Satpol PP propinsi serta kabupaten/kota bertanggungjawab memimpin, menuntun, mengawasi, serta memberi panduan untuk proses pekerjaan bawahan, apabila berlangsung penyimpangan, ambil beberapa langkah yang dibutuhkan sesuai sama ketetapan ketentuan perundang-undangan. (Pasal 26.)
Kerja sama serta Koordinasi (Pasal 28)
(1) Satpol PP dalam melakukan tugasnya bisa memohon pertolongan serta/atau bekerja bersama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia serta/atau instansi yang lain.
(2) Satpol PP dalam soal memohon pertolongan pada Kepolisian Negara Republik Indonesia serta/atau instansi yang lain seperti disebut pada ayat (1) melakukan tindakan sebagai koordinator operasi lapangan.
(3) Kerja sama seperti disebut pada ayat (1) didasarkan atas jalinan fungsional, sama-sama menolong, serta sama-sama menghormati dengan memprioritaskan kebutuhan umum serta memerhatikan hierarki serta kode etik birokrasi.
Pasal 35
Dasar organisasi Satpol PP untuk Propinsi Daerah Spesial Ibu Kota Jakarta, ditata dengan Ketentuan Menteri dengan pertimbangan menteri yang mengatasi masalah pemerintahan di bagian aparatur negara.